Catatan Penjelajah-
Sang Pencari Kedamaian
Bulir Emas dan Bulir Hitam
Aku terbangun dari mimpi panjangku dan mencoba untuk
kembali ke dunia fana ini. Sulit memang untuk dapat memahami, dunia khayalan
yang tak tersentuh dan tak dapat dikunjungi oleh siapapun selain diriku. Pagi
itu kulihat diatas tanganku telah hadir dua buah pena yang berbulirkan tinta
emas ditangan kanan dan satu lainnya berbulirkan tinta hitam ditangan kiriku.
Kembali tersadar bahwa aku sedang tidak berada di dunia itu lagi, maka segera
kuraih catatanku dan mulai kububuhi cairan emas dan hitam ke atas setiap inci
kertas yang berwarna putih itu.
**** Tinta Emas ****
Demikian untuk
pertama kalinya aku akan mengucapkan terima kasih kepada mereka. Doaku selama
ini terjawabkan olehNya. Setiap luka dan kesedihan dengan menjadi saksi bisu
yang selama ini aku rasakan perlahan mulai terobati. Sekian lama aku telah
berusaha meminta kepada mereka agar segera menolongnya, seperti yang anda
ketahui, pada hari ini jugalah mereka mulai dapat mendengar suaraku dan mencoba
menolongnya. Perlahan setitik cahaya diujung jalan itu terlihat mendekat. Dunia
gelap yang selama ini dia berada seolah akan sirna apabila titik cahaya itu tiba
dihadapannya. Semoga kedatangan mereka belum terlambat. Kembali aku berdoa
kepadaNya, agar mereka tetap dapat mendengar suaraku hingga dia dapat keluar
dari dunia yang gelap itu. Dan kemudian dengan buliran emas ditubuhku ini aku
menyebut mereka sahabat.
**** Tinta Hitam ****
“.........................................................................................................”
Demikian halaman awal
yang dapat kuceritakan kepadamu. Doa dan harapan yang selama ini aku minta
kepadaNya tak satupun dipenuhi olehNya. Sehingga akulah penderitaan terbesar
baginya. Dihadapanku dunia tempat dia berada semakin bertambah gelap. Sejauh
mataku dapat melihat hanya sebuah kegelapan kelamlah yang kudapatkan. Aku
kembali takut, dimataku sosoknya mulai memudar, bahkan bayangannya pun telah
hilang dari pandanganku. Kekhawatiran yang selama ini aku takutkan akhirnya
tiba juga.
“Dengarkanlah
tangisan hambaMu yang berdosa dan hina ini. Aku berteriak hingga menjerit agar
‘dia’ dapat menolongnya.”
Doa yang hingga sejuta kalinya aku ulangi. Tapi ‘dia’
malah menjauh dan tak pernah melirik ke arahku. Dengan buliran hitam ditubuhku
ini aku tetap menyebutnya sahabat.
Berakhirlah cairan emas dan hitam itu mengotori kertas
putih di catatanku. Tanpa kusadari, pena ditangan kiriku kuletakkan diatas
meja. Sedangkan pena yang ditangan kananku, kugenggam erat dan tak akan pernah
kulepaskan. Harapanku adalah semoga tinta emasnya tidak akan pernah habis.
11 Oktober 2013
Aprindo
Donatus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar